Jokowi Minta Tak Ada PHK, Pengusaha: Enggak Bisa PHK juga karena harus Kasih Pesangon

Jokowi Minta Tak Ada PHK, Pengusaha: Enggak Bisa PHK juga karena harus Kasih Pesangon
Presiden Joko Widodo 

RIAUSKY.COM - Presiden Jokowi mengimbau agar pengusaha tetap bertahan dan tak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah bencana pandemi corona atau covid-19. Kalangan pengusaha dan buruh menanggapi di luar dugaan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memberikan tanggapannya.

"Memang kita nggak bisa PHK juga, karena kalau PHK harus kasih pesangon, sekarang banyak pengusaha menerapkan karyawan dicutikan di luar tanggungan (dirumahkan), kebanyakan begitu mengikuti cashflow yang ada," kata Hariyadi kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/4).

UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan memang mengatur soal pesangon yang dianggap memberatkan. 

Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azzam pernah mengungkapkan, saat ini perusahaan diwajibkan untuk membayar nominal pesangon sebesar 13 kali gaji untuk karyawan yang sudah bekerja selama 10 tahun, terdiri atas pesangon sebesar 9 kali gaji dan upah penghargaan sebesar 4 kali gaji.

Sehingga tak heran pengusaha lebih banyak mengambil keputusan merumahkan karyawan. Sampai 16 April 2020 jumlah pekerja sektor formal yang di-PHK dan dirumahkan mencapai 1.500.156 pekerja. Rinciannya yang terkena PHK sebanyak 229.789 orang dan yang dirumahkan memang paling banyak sampai 1.270.367 orang atau 84%.

Tanggapan buruh ternyata lebih-lebih dari dugaan. Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono sepakat soal tak ada PHK dipandemi corona. Ia juga tak menghendaki adanya kebijakan merumahkan pekerja, karena keduanya sama saja merugikan buruh.

"Justru kita meminta agar buruh diliburkan, bukan dirumahkan, dalam artian upah dibayar, hanya pokoknya saja, tak ada tunjangan transport dan makan. Dengan buruh diliburkan biaya telepon, listrik berkurang dan gas berkurang," kata Kahar seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (23/4).

Bagaimana pengusaha bisa bayar gaji kalau pabrik tak ada proses produksi?

Kahar beralibi persoalan pandemi corona tak dihitung soal kerugian industri yang tak produksi, tapi bagaimana menyelamatkan buruh dari risiko terpapar virus corona. Ia bilang di beberapa pabrik sudah terjadi. Dari pernyataan buruh ini, pihak buruh seolah tak mau tahu soal kondisi yang dialami dunia usaha.

"Bagi pekerja kita berpikir, pandemi corona ini bukan soal perusahaan yang stop produksi, tapi soal nyawa buruh," tegas Kahar.

Apa dasar buruh tetap ingin tak ada PHK dan merumahkan karyawan, tetapi ingin hanya ada kebijakan meliburkan pekerja?

Kahar mengacu pada UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang memang punya prinsip dasarnya adalah no work, no pay. Pada pasal 93 ayat satu berbunyi "Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan"

Namun, ayat 2 menegaskan bahwa itu tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila:

a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan dan keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggora keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap agamanya;
e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

"Memang di UU diatur no work, no pay, tapi itu kalau pekerja tak mau kerja, memang tak dibayar, tetapi ayat 2 ada pengecualian, terutama pada poin F ayat 2," katanya.

Kahar mengakui memang aturan khusus soal meliburkan pekerja tapi pekerja dapat upah penuh belum diatur spesifik. Ia hanya berpegang pada pasal 93 ayat 2 F. Selain itu, ia mengkritik menteri ketenagakerjaan masih mengacu pada surat edaran untuk mencegah PHK.

"Harusnya pencegahan PHK itu tak hanya surat edaran atau imbauan, tapi bikin aturan tegas seperti PP atau peraturan menteri," katanya. (R02)

Sumber: CNBC Indonesia

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index