KPK soal Pajak Sawit: Potensi Rp40 Triliun, Baru Dapat Rp2,1 Triliun

KPK soal Pajak Sawit: Potensi Rp40 Triliun, Baru Dapat Rp2,1 Triliun
Ilustrasi kebun sawit. Foto tidak terkait berita. / Sumber Foto: Kompas.com

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Spesialis Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sulistyanto mengungkapkan potensi penerimaan negara melalui pajak untuk komoditas sawit seharusnya bisa mencapai Rp40 triliun.

"Soal pajak kita juga mengidentifikasi dan mengestimasi potensinya mungkin bisa sampai Rp40-an triliun," kata Sulistyanto dalam webinar Refleksi Tiga Tahun Moratorium Sawit, Kamis (16/9).

Namun, menurutnya realisasi pajak sawit baru penerimaan pajak baru mencapai Rp2,1 triliun. Kurangnya penerimaan pajak disebabkan oleh data luas wilayah perkebunan sawit secara formal yang tidak clear.

Kemudian, KPK melakukan benchmark digitalisasi tutupan sawit yang ada di Tanah Air. 

Ia menilai dengan menggunakan metode tutupan luas perkebunan wilayah sawit setidaknya dapat tergambarkan secara presisi.

"Data tutupan sawit ini sudah terkonsolidasi dengan data KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan BIG (Badan Informasi Geospasial) ya," tambah  Sulistyanto.

Hasilnya, terdapat 16,3 juta hektar wilayah perkebunan sawit. Namun, hanya terdapat 14 jutaan hektar wilayah perkebunan sawit yang memiliki izin.

Dengan demikian, terdapat jutaan hektar lahan perkebunan sawit yang tidak membayarkan pajaknya ke negara.

Sebagai contoh, KPK pernah melakukan piloting pada 2016 di provinsi Kalimantan Tengah, Riau, dan Sumatera Selatan. Hasilnya terdapat 1,4 juta hektar yang tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

"Artinya 1,4 juta hektar di tiga provinsi itu di DJP tidak terekam, artinya tidak bayar pajak juga kan," papar Sulistyanto.

Dia pun mengungkap lahan tersebut belum terhitung perkebunan sawit yang tidak memiliki izin. 

KPK dapat meng-overlay tutupan sawit yang tidak teridentifikasi dengan Hak Guna Usaha (HGU). 

Menurutnya, nanti akan terlihat tutupan sawit yang tidak memiliki IUP dan HGU.

Sulistyanto mengindikasikan lahan tersebut ke dalam dua kemungkinan. 

Pertama, lahan tersebut adalah perkebunan sawit ilegal. Kedua, lahan tersebut adalah perkebunan rakyat.

Namun, ia menyampaikan, perkebunan sawit rakyat memang tidak memiliki izin.(R04)

Sumber Berita: cnnindonesia.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index