Akibat Aksi Greenpeace di Teluk Cadiz, Perjalanan Tanker Stolt Tenacity ke Rotterdam Terlambat 24 Jam

Akibat Aksi Greenpeace di Teluk Cadiz, Perjalanan Tanker  Stolt Tenacity ke Rotterdam Terlambat 24 Jam
Aktivis Greenpeace memanjat kapal tanker Stolt Tenacity yang mengangkut minyak klapa sawit milik sejumlah perusahaan, termasuk produksi kilang minyak sawit Wilmar di Pelintung Dumai.

RIAUSKY.COM- Perjalanan kapal tanker Stolt Tenacity yang disebutkan membawa minyak sawit kotor milik Wilmar dari Indonesia ke Rotterdam  tertunda selama lebih dari 24 jam.

Situasi ini terjadi setelah aktivis Greenpeace Internasional melakukan aksi damai dengan naik ke kapal raksasa di perairan Teluk Cadiz di dekat Spanyol.

Mereka memprotes pedagang kelapa sawit dunia terbesar Wilmar, yang oleh mereka diklaim ikut memperdagangkan minyak kelapa sawit dari areal perkebunan yang dibuka denan merusak hutan hujan.
 
Keenam aktivis pria dan wanita itu ditahan kemarin oleh kapten kapal tanker sepanjang 185 meter yang mengangkut produk minyak sawit dari Wilmar Internasional dari Dumai di Indonesia ke Rotterdam di Belanda. 

“Para aktivis kami telah ditahan karena berbicara tentang kebenaran kepada perusahaan-perusahaan destruktif seperti Wilmar yang mengirimkan minyak sawit kotor dari perusak hutan ke supermarket dan rumah kami. Mereka bertindak dengan damai untuk melindungi hutan hujan Indonesia dan mencegah krisis iklim dan kepunahan lebih lanjut. Mereka seharusnya bebas untuk memprotes penggundulan hutan dan pelanggaran hak asasi manusia oleh industri kelapa sawit ”, kata Hannah Martin, juru kampanye di kapal Greenpeace Esperanza.

Kapal Stolt Tenacity dipanjat dengan aman oleh sukarelawan Greenpeace International dari Indonesia, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada dan Amerika Serikat dalam protes damai terhadap perusakan hutan hujan di Indonesia untuk pembukaan kebun kelapa sawit. 

Mereka menuntut Mondelez, perusahaan konsumen minyak sawit milik Wilmar yang menjadi pabrikan pembuat kue Oreo untuk berhenti membeli minyak sawit dari Wilmar, hingga terbukti tidak lagi memperdagangkan minyak sawit dari perusak hutan.

Sebelum ditahan, para relawan membentangkan spanduk bertuliskan "Save our Rainforest". Kapal Greenpeace Esperanza yang berada di lokasi menampilkan dua spanduk besar yang bertuliskan "Drop Dirty Palm Oil". 

Kapten kapal Stolt Tenacity telah diberitahu melalui radio VHF maritim tentang sifat non-kekerasan dari aksi protes tersebut. Namun, dia menahan para aktivis di salah satu kabin kapal kargo dan komunikasi para aktivis dengan kapal Greenpeace Esperanza saat ini masih terputus.

Sektor perkebunan - kelapa sawit dan pulp - adalah penggerak penggundulan hutan terbesar di Indonesia. Sekitar 24 juta hektar hutan hujan dihancurkan di Indonesia antara tahun 1990 dan 2015, menurut angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. 

Deforestasi di daerah tropis menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca setiap tahun daripada seluruh Uni Eropa, bahkan angka ini  mengungguli setiap negara kecuali AS dan Cina. 

Pada bulan Oktober 2018, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyerukan penghentian segera deforestasi untuk membatasi suhu global meningkat menjadi 1,5 ° C.

Sekretaris Eksekutif PBB dari Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati, Cristiana Pa?ca Palmer, memperingatkan bahwa hilangnya keanekaragaman hayati adalah 'pembunuh sunyi' dan sebagai ancaman serius seperti perubahan iklim.

Setengah dari populasi Orang Utan Kalimantan telah dihancurkan hanya dalam waktu 16 tahun, dengan perusakan habitat oleh industri kelapa sawit sebagai pendorong utama.

Wilmar Internasional adalah pedagang minyak sawit terbesar dan terkotor di dunia dan sering dituduh mengeksploitasi pekerja, anak-anak, dan komunitas lokal.

Sementara itu, terkait aksi greenpeace itu, Wilmar International (Wilmar) mengaku sangat kecewa terhadap Greenpeace.

Wilmar menyayangkan pola yang masih mengedepankan aksi berbahaya di muka publik ketimbang kerjasama yang bersifat membangun dengan pemangku kepentingan di industri kelapa sawit, termasuk Wilmar. 

Aksi protes berbahaya yang dilakukan Greenpeace di atas kapal tanker di lepas pantai Spanyol menuju Rotterdam pada Sabtu, 17 November 2018 tidak hanya ditujukan kepada Wilmar, tetapi juga kepada seluruh industri minyak kelapa sawit. 

Aksi yang dilakukan di perairan internasional ini tidak hanya membahayakan kru kapal, tetapi juga para pelaku protes sendiri. Kapal tanker tersebut bukan milik Wilmar, dan hanya sebagian dari total kargo yang diangkut oleh kapal tersebut yang merupakan kargo milik Wilmar. 

Daslam rilis resminya yang diterima riausky.com, Wilmar mengatakan, dengan menyebut minyak kelapa sawit sebagai minyak “kotor”, Greenpeace telah mengabaikan fakta bahwa tidak ada komoditas pertanian lain yang mampu menyaingi kelapa sawit dalam perkembangan dan kontribusinya terhadap keberlanjutan, termasuk untuk pencegahan deforestasi. 

Greenpeace juga tidak mau mengakui bahwa minyak kelapa sawit merupakan komoditas minyak nabati yang paling produktif dan serbaguna di dunia, mampu memproduksi lima kali lebih banyak minyak nabati per hektar per tahun dibandingkan dengan minyak nabati lain yang paling produktif yakni rapeseed, dan mampu memproduksi sepuluh kali lipat lebih banyak minyak nabati per hektar per tahun jika dibandingkan dengan kedelai.

Kampanye negatif terhadap industri minyak sawit justru dapat mengakibatkan deforestasi yang lebih besar secara global melalui perluasan lahan komoditas sumber minyak nabati lainnya. 

Jika dilihat dari sisi sosial-ekonomi, minyak kelapa sawit telah berkontribusi pada pengentasan kemiskinan di negara berkembang dimana mereka ditanam melalui terciptanya lapangan kerja dan infrastruktur, seperti sekolah dan klinik bagi masyarakat di daerah pedalaman.

Wilmar telah berulang kali mengajak Greenpeace untuk bekerja sama dengan industri minyak sawit dalam mencari solusi pragmatis bagi berbagai tantangan yang masih dihadapi oleh industri kelapa sawit. 

Kami memiliki sikap yang terbuka dalam menyampaikan rencana aksi kami kedepan dengan Greenpeace. Meski demikian, kami masih melihat Greenpeace terus melakukan bullying dan menakut-nakuti, sementara mereka menolak melakukan tindakan yang bersifat membangun industri minyak kelapa sawit. 

Kami bertekad untuk meneruskan penguatan rencana kami yang diwujudkan dalam aksi yang dapat diadaptasi oleh industri. Jika semangat Greenpeace benar-benar murni untuk mewujudkan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan, kami mendesak Greenpeace untuk bergabung dan mendukung industri dalam mengambil tindakan dan membuat perbedaaan yang nyata.

Sebagai salah satu pemain besar, Wilmar akan terus menjadi yang terdepan dalam keberlanjutan dan melakukan perannya dalam transformasi industri, termasuk bagi petani yang lebih rentan. 

Dampak terbesar dari aksi destruktif Greenpeace akan dirasakan oleh petani yang memasok 40 persen minyak kelapa sawit dunia. Seringkali kekurangan sumberdaya, petani menghadapi masalah dalam memenuhi standar keberlanjutan. Dengan berkampanye melawan minyak sawit, taktik Greenepace telah merugikan petani terutama saat harga minyak sawit dunia yang rendah.

Kami juga mendesak negara-negara produsen minyak sawit dan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat untuk melakukan aksi kolaborasi bersama-sama, sehingga industri minyak sawit dapat menuju industri yang berkelanjutan.(R04)


 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index