BAJINGAN, Merekalah Orang Yang Harus Bertanggung Jawab Atas Banyaknya Korban Tsunami di Pandeglang

BAJINGAN, Merekalah Orang Yang Harus Bertanggung Jawab Atas Banyaknya Korban Tsunami di Pandeglang
Kabel Batrai alat pemantau Gunung Anak Krakatau dirusak dan putus.

BANTEN (RIAUSKY.COM)- Banyaknya korban yang berjatuhan akibat gelombang tsunami di Pandeglang, Banten diduga terkait dengan kerusakan pada sejumlah perangkat peringatan dini bencana. 

Kerusakan tersebut bukan dikarenakan kondisi peralatan yang sudah tidak memadai, melainkan karena dirusak oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab.

Setelah ditelusuri, ternyata alat-alat pemantau gunung Anak Krakatau rusak, sehingga tidak berfungsi dengan baik. Sebagian alat-alatnya dicuri orang tak bertanggung jawab.

Hal itu diketahui saat tim dari Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) yang berjumlah 6 orang melaksanakan kegiatan pemeliharaan peralatan pemantau Gunung Anak Krakatau.

Tim PVMBG melakukan pemeliharaan dengan mengecek alat pemantau Gunung Anak Krakatau.

Pengecekan dilakukan lantaran beberapa hari terakhir ini, peralatan tersebut tidak berfungsi dengan baik sehingga tidak dapat melakukan perekaman dan pengiriman data aktivitas vulkanik gunung Anak Krakatau.

Pemeliharaan dilakukan di 2 titik stasiun yaitu Stasiun Lava dan Stasiun Krakatau 1 pada Minggu, 14 Oktober 2018.

“Hasil pengecekan di lapangan, ternyata penyebab kerusakan tersebut adalah accu atau batterai yang berfungsi untuk menghidupkan dan menjalan alat pemantau telah hilang,” demikian dilaporkan akun Instagram @krakatau_ca_cal.

Kondisi alat pemantau anak krakatau dirusak. Kondisinya terpantau beberapa hari lalu.

“Tim juga mendapati kabel-kabel yang telah terpotong serta peralatan yang berada di dalam bunker telah berantakan dan berhamburan,” tambahnya.

Alat pemantau Gunung Anak KrakatauAccu alat pemantau Gunung Anak Krakatau dicuri
Aksi tidak terpuji telah dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka melakukan pencurian dan perusakan peralatan pemantau aktivitas Gunung Anak Krakatau.

“Mereka tidak menyadari betapa penting peralatan tersebut untuk tetap berfungsi sehingga dapat memberikan data dan informasi kepada masyarakat sebagai bentuk peringatan dini bahaya erupsi Gunung Anak Krakatau,” pungkasnya.

Alat pemantau Gunung Anak KrakatauKabel alat pemantau Gunung Anak Krakatau dipotong
Sementara itu, pada Sabtu 22 Desember 2018 pukul 18.00, akun @krakatau_ca_cal melaporkan bahwa telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau berupa abu vulkanik berwarna hitam pekat yang mengarah ke timur laut dan timur.

Selain itu, pengamatan langsung di lapangan oleh tim patroli pengamanan kawasan Kepulauan Krakatau Balai KSDA Bengkulu Lampung juga memperlihatkan adanya lontaran material pijar yang terjadi terus menerus.

“Suara dentuman juga terdengar cukup keras yang menyebabkan pos jaga Pulau Panjang tersebut bergetar. Kondisi cuaca terpantau cerah, angin bertiup lemah ke arah timur laut dan ombak laut tenang,” tulisnya.

Berdasarkan laporan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG), erupsi Gunung Anak Krakatau yang terjadi pada 22 Desember 2018 pukul 17:22 WIB, tinggi kolom abu teramati lebih dari 1.500 m di atas puncak (± 1.838 m di atas permukaan laut). Erupsi tersebut terekam pada seismogram dengan amplitudo maksimum 58 mm dan durasi ± 5 menit 21 detik.(R04/pojoksatu.id)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index