HOREE... DKI Jakarta Klaim Sudah Lewati Puncak Covid Sejak April, Tapi Warga Diminta Tak Euphoria Karena Hal Ini...

HOREE... DKI Jakarta Klaim Sudah Lewati Puncak Covid Sejak April, Tapi Warga Diminta Tak Euphoria Karena Hal Ini...
Tugu Monas ikon kota Jakarta. Foto: internet

JAKARTA (RIAUSKY.COM)-  Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyebut bahwa Jakarta telah melalui puncak pertumbuhan kasus virus Corona (COVID-19). 

Dinkes DKI meminta warga Jakarta tidak bergembira secara berlebihan.

"Jika dilihat saat ini, pertumbuhan kasus (Corona) DKI Jakarta, ternyata puncak kasus terjadi di bulan April dan agak menurun sampai saat ini," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes DKI, Lies Dwi dalam diskusi yang digelar secara virtual, Kamis (28/5/2020).

Lies mengingatkan ancaman Corona masih belum tuntas. Dia mengatakan tensi kegiatan pelacakan virus Corona tidak boleh menurun.

"Kita tidak boleh menjadi euforia melihat angka ini, karena tidak tertutup kemungkinan ancaman itu masih ada. Jadi, bagaimana mempertahankan dan meningkatkan deteksi respons melalui tracing dan testing jangan sampai menurun, karena kita lihat kasus ini melandai," imbaunya.

Lies memaparkan kasus meninggal dengan status positif COVID-19 ataupun pasien dalam pengawasan (PDP) saat ini menurun jika dibandingkan dengan periode Maret-April. 
Saat ini, kata dia, angka kematian pasien positif COVID-19 di Jakarta berkisar 25 kasus per hari.

"Saat ini kita bisa lihat kasus meninggal dengan confirmed COVID-19 atau PDP COVID-19 relatif turun dibanding periode Maret-April. Sekarang meninggal pasien confirmed COVID-19 dan PDP meninggal di kisaran angka 25 kasus per hari. Mudah-mudahan bisa ditekan terus," ujarnya.

Soal relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta, Lies mengatakan saat ini Pemprov DKI masih mempersiapkan pemodelan tahapan pelonggaran sesuai dengan kriteria kesehatan yang disarankan WHO. Seperti misalnya, penurunan kasus COVID-19 harus mengalami penurunan minimal 50 persen dalam 3 minggu terakhir.

"Untuk kriteria epidemiologi minimal penurunan 50 persen dalam tiga minggu. Kita punya alat ukur relatif baik yang melihat situasi ini. Kemudian untuk mempunyai persentase positif swab (minimal kurang dari 5 persen dalam 2 minggu), walaupun sekarang masih 7 persen, PR kita meningkatkan kapasitas testing. Kita lebih banyak lakukan aktif surveilans," paparnya.

Terpisah, anggota tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan mengungkapkan bahwa tingkat penularan COVID-19 di Indonesia lebih rendah daripada di Jakarta. Data tersebut berdasarkan hasil analisis korelasi antara proporsi orang di rumah dengan effective reproduction number (RT).

"Ternyata ada hubungan antara proporsi orang di rumah saja dengan effective reproduction number (RT) di Indonesia. RT di Indonesia (bisa) capai 1, kalau yang di rumah saja ada 49-50 persen. Kenapa lebih kecil dari Jakarta? Karena Indonesia daerahnya mix, ya. Ada daerah desa kepadatan penduduk kasus berkurang, dan seterusnya," terang Iwan.

Iwan menuturkan saat ini Indonesia belum bisa mengontrol penyebaran virus Corona. Ia menyarankan agar PSBB tetap dijalankan dengan menjaga agar 50 persen penduduk tetap di rumah. Dengan begitu, kata Iwan, angka penularan pandemi ini bisa lebih ditekan.

"Saat ini Indonesia masih 46 persen, tanggung sedikit lagi. Kalau bisa kita jadikan 50 persen penduduk di rumah, kita akan mencapai RT di bawah 1, sehingga kita bisa mengontrol virus dan mencoba untuk relaksasi pembatasan sosial. Ini yang bisa kita lakukan karena kita belum ada vaksin," sebutnya.

"Memang kebijakan PSBB punya efek mengurangi dampak COVID, tapi ini berkorelasi dengan kecepatan penularan COVID-19. Kita sedikit lagi, belum sampai mengontrol epidemi. Jadi kita mesti bersabar sedikit," imbuh Iwan.(R04)

 

Sumber Berita: detik.com

 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index