EIA Desak Pemerintah Indonesia Lanjutkan Moratorium Sawit

EIA Desak Pemerintah Indonesia Lanjutkan Moratorium Sawit
Buah kelapa sawit.

LONDON (RIAUSKY.COM)- Environmental Investigation Agency (EIA) mendesak Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan moratorium sawit. 

Moratorium yang tertuang dalam Instruksi Presiden No.8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit tersebut telah berakhir pada 19 September. 

Di sisi lain, pemerintah belum mengambil keputusan apakah akan memperpanjang atau menghentikan moratorium sawit tersebut. 

Lembaga Sertifikasi Hutan FSC EIA juga meminta pemerintah merevisi skema sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). 
EIA merilis laporan terbarunya berjudul Deforestation and Deregulation – Indonesia’s policies and implications for its palm oil sector dengan mitra Indonesia Kaoem Telapak. 

Dalam laporan itu, organisasi yang berbasis di London, Inggris tersebut memperingatkan bahwa penebangan hutan ilegal, pelanggaran hak asasi manusia, dan tudingan korupsi terus menodai sektor minyak sawit Indonesia. 

Juru Kampanye Hutan EIA Siobhan Pearce mengatakan, pada 2020, Indonesia melaporkan salah satu tingkat deforestasi terendah, yakni 115.459 hektare, menurut laporan pemerintah. 

“Meskipun tingkat deforestasi itu sebenarnya masih bisa diperdebatkan, itu jelas merupakan langkah ke arah yang benar,” kata Pearce sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com. 
Namun, Pearce mengungkapkan keprihatiannya bahwa langkah tersebut dapat rusak setelah disahkannya UU Cipta Kerja. 

Dia menambahkan, UU Cipta Kerja berpotensi mengancam kebijakan sosial dan lingkungan serta mempromosikan investasi dan pembangunan.

Laporan terbaru EIA tersebut menganalisis dampak dan efektivitas berbagai peraturan dan perundang-undangan mengenai sektor kelapa sawit. 

Dalam laporan tersebut, IEA menyimpulkan masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi hutan yang tersisa agar tidak dikonversi, terutama menjadi perkebunan kelapa sawit. 

Sekitar 3,37 juta hektare konsesi perkebunan kelapa sawit masih berada di dalam kawasan hutan, dengan sebagian besar lahan hutan sebenarnya belum dibuka. 

Dengan diterapkannya moratorium pada 2018, diharapkan bisa meninjau semua area tersebut dan setiap pelanggaran dalam proses perizinan. 

Namun, EIA memaparkan bahwa setelah hampir tiga tahun penerapan moratorium, penerapan larangan dan efektivitasnya tidak jelas karena kurangnya transparansi dan koordinasi. 

Papua Barat adalah satu-satunya provinsi yang telah menyelesaikan evaluasi perizinan di sektor perkebunan kelapa sawit. 

Sebanyak 12 dari 24 perusahaan kelapa sawit di sana tidak memenuhi syarat dalam perizinan yang diperlukan untuk beroperasi. 

Pemerintah daerah lantas mulai mencabut izin-izin perkebunan yang tidak layak di wilayah ini. 

Pearce berujar, moratorium cukup berguna untuk membatasi risiko terburuk dari ekspansi kelapa sawit sehingga moratorium harus dilanjutkan. 

“Kami sangat mendesak Pemerintah Indonesia memperbarui larangan perkebunan di kawasan hutan dan harus ditingkatkan ke tingkat Keputusan Presiden untuk menjadikannya persyaratan hukum yang mengikat,” ujar Pearce.(R04)

Sumber berita: kompas.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index