TELUKKUANTAN (RIAUSKY.COM)- Tak ada yang bisa memperkirakan suratan takdir seseorang di masa yang akan datang.
Perjalanan hidup yang pahit sekali pun tak berarti menutup jalan bagi mereka yang mau terus berusaha untuk behasil dan maju.
Sepertinya pandangan tersebutlah yang kemudian dialami oleh Kapolsek Benai, Ipda A Candra Widodo.
Berasal dari keluarga petani di Desa Kelumpang Kecamatan Ulu Ogan, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan, dan sempat luntang-lantung mencari kehidupan di Kota Pekanbaru, akhirnya dia berhasil bangkit.
Berawal dari seorang anggota Polsek di Kuantan Tengah pada tahun 2004 lalu, kini A Candra Widodo mendapat amanah memimpin kepolisian di Benai.
Pangkat Ipda pun tersemat di bahunya.
Ipda A Candra Widodo mengungkapkan sekelumit perjalanan hidupnya kepada wartawan di Telukkuantan, Senin, (21/11/2022) melalaui pesan whatsapp.
A Candra Widodo terlahir sebagai anak seorang petani di kampungnya di daerah Sumatera selatan.
Waktu kecil dia tinggal di bedeng Taman Sari II Baturaja, sehingga nyaris tidak ada hal istimewa yang dia dapatkan layaknya anak-anak kecil seusianya.
Waktu kecil candra tinggal di kampung, rumah keluarga A. Chandra Widodo tak memiliki listrik.
Ia lahir pada tahun 1983, listrik baru masuk ke kampung itu pada tahun 1998.
"Saya dari keluarga miskin, orang tua seorang petani," katanya.
Sewaktu kecil hingga remaja, dia sekolah dengan berjalan kaki.
Pria yang Berpostur Kekar dan tegap, serta berkulit putih dengan mata sipit ini di masa kecil dan remajanya acap mendapatkan perlakuan yang kurang menggembirakan.
Ia sering dianggap kurang gaul, hingga berbagai sindiran gara -gara tidak merokok.
Ketika ia beranjak remaja, banyak orang mencemoohnya dikarenakan ia dianggap kurang pergaulan sebab tidak merokok, dan tidak keluar malam serta jarang berkumpul dengan teman - teman sebayanya.
Keseharian Candra lebih banyak dihabiskan dengan membantu orang tua dan bermain di rumah.
Disana, ia fokus berlatih olahraga, belajar dan berdoa suatu saat akan bisa menggapai sebuah cita-cita.
Terlahir dari empat bersaudara, yakni dua laki-laki dan dua perempuan, Candra adalah anak kedua.
Semenjak kecil mereka sudah terbiasa mandiri. Ia bersama kakak dan dua adiknya bersekolah di Baturaja. Mereka jauh dari orang tua dan mengontrak rumah di sana.
Ia dan kakaknya juga bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Karena itulah, semua perjalanan hidup itu mengajarkan dan menempa dirinya untuk terus bekerja keras untuk meraih kesuksesan dan cita-cita.
"Saya terbiasa untuk belajar mandiri sejak kecil, sehingga tidak terkejut dengan hal yang baru,'' ungkap Candra.
Setelah berhasil menamatkan Sekolah Menengah Atas( SMA) pada tahun 2002, ia ikut kawan-kawannya ke Palembang kerja serabutan serta menumpang di rumah temannya.
''Adapun pada waktu itu, teman saya pagi kuliah, saya bermenung dan tinggal di rumah sendirian,'' ungkap dia.
''Terlintas dipemikiran saya kala itu mencoba untuk meminjam uang dengan teman Rp150 ribu untuk ongkos naik bus ke Pekanbaru,'' imbuh dia.
Rencana tersebut pun ia lakukan. Dia berangkat dari Palembang menuju Kota Pekanbaru.
''Setelah berangkat sampai di terminal Pekanbaru di Jalan Nangka, saya turun tanpa tujuan dan saya bingung, mau kemana,'' katanya.
''Namun Dalam kebingungan itu, saya membuka dompet dan melihat catatan di dalamnya yang berisi nama orang satu kampung. Lalu, seorang di antaranya saya telepon melalui wartel. Saya naik oplet lalu di antar ke Pasar Kodim. Di sana saya bermenung lagi," jelasnya.
Dalam kebingungan itu, ungkap Candra Widodo, dia bertanya lagi kepada sopir oplet.
''Jalan Jambu dimana Bang? Sehingga dicarikan oleh sopir angkot dan di antar ke jalan Jambu Tampan Pekanbaru,'' kenang dia.
Setelah bertemu dengan alamat yang dituju, dari sana dia pun menanayakan alamat dari kakak laki-lakinya yang kebetulan menetap di Perawang, Siak.
''Di Sepanjang perjalanan, saya hanya minum air putih karena takut uang nanti habis,'' kenang dia lagi.
Saat itu, papar Candra, dia teringat ada orang sekampungnya yang menjadi polisi. Kemudian, dia pun berupaya mencari nomor teleponnya, hingga akhirnya berhasil berkomunikasi dan berjumpa.
Candra pun menjelaskan dia tinggal di rumah kerabat sekampungnya itu. Dia sempat bekerja bantu-bantu di rumah tersebut, hingga kemudian suatu hari ada tawaran untuk ikut tes menjadi polisi.
Tahun 2002, Candra ikut tes polisi, namun gagal lulus.
Pada tahun 2003, Candra kembali disuruh daftar lagi jadi polisi. Kemudian saya lulus dan pendidikan di SPN Pekanbaru.
"Setelah saya lulus menjadi anggota polri, saya telepon tetangga melalui wartel," kata dia.
''Setelah lulus, orang tua saya melakukan doa syukuran di kampung. Atas kelulusan saya jadi seorang polisi, Namun disaat pelaksanaan doa syukuran, tak satupun tetangga yang datang ke acara tersebut, hal ini dikarenakan orang sekampung tidak percaya kalau dia lulus menjadi anggota polisi karena dia berasal dari keluarga miskin,'' kenang dia.
Tak berselang lama, sejak ia lulus jadi Anggota Polri saya pulang ke kampung dengan berpakaian dinas. Disanalah baru orang kampung percaya, bahwa saya lulus Polri,'' ungkap dia.
Setelah beberapa tahun berdinas sebagai anggota polisi, Ipda. A Candra Widodo mendaftarkan diri untuk Kuliah di salah satu Universitas Di Kota Pekanbaru, dalam hal ini Universitas Lancang Kuning, mengambil Jurusan Hukum.
Sembari Kuliah di Lancang Kuning, ia juga membiayai adek kandungnya untuk kuliah juga, sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu sempat pernah menjadi Tukang Ojek di Panam Pekanbaru.(R12)