Geram dengan Pilot Helikopter yang Bubarkan Demo, Kapolri: Jika Masih Boleh Saya Tempeleng Itu

Geram dengan Pilot Helikopter yang Bubarkan Demo, Kapolri: Jika Masih Boleh Saya Tempeleng Itu
Kapolri Jenderal Idham Aziz/ net

RIAUSKY.COM - Sempat viral, Kapolri Jenderal Idham Azis mengaku sudah menindak pilot helikopter yang terbang rendah untuk membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO).

Hal itu disampaikan Idham saat menjawab pertanyaan dalam rapat dengan Komisi III di Kompleks DPR RI, Rabu (30/9/2020) kemaren.

Idham mengatakan, tidak ada prosedur pembubaran aksi dengan menerbangkan helikopter dengan di ketinggian rendah.

"Itu pilotnya itu udah saya tindak itu, dan sudah diperiksa sama Propam itu. Itu ngarang-ngarang aja, tidak ada SOP-nya di udara itu, yang di Kendari itu," kata dia. 

Menurut Idham, pernyataan pilot hanya karangan belaka. Meski geram, Idham menyerahkan sepenuhnya proses kepada Propam.

"Jadi sekaligus saya jawab juga yang tadi pak. Udah saya tindak, itu pilotnya ngarang-ngarang itu. Cuma sekarang gak boleh main tempeleng-tempeleng. Jadi diperiksa Propam saja. Kalau masih boleh, saya tempeleng itu," kata Idham.

Sementara itu, anggota Komisi III Supriansa sebelumnya menyarankan agar Kapolri perlu menganalisa apa motif dari pilot helikopter yang membubarkan mahasiswa UHO saat demo dengan cara terbang rendah.

Mengingat pembubaran massa aksi menggunakan helikopter termasuk pola baru. Ia bercerita, semasa dirinya menjadi aktivis kampus bahkan tidak ditemukan pola pembubaran massa dengan menerbangkan rendah helikopter.

"Saya kira prosedur ini juga pak Kapolri harus menganalisa secara baik apa motif di balik itu. Sehingga tidak bisakah kepolisian yang ada di Kendari di Tenggara di sana, supaya tidak ada korban berjatuhan terlalu banyak, melakukan pendekatan secara baik pak Kapolri," kata Supriansa.

Supriansa tidak habis pikir mengapa kemudian pilot melakukan manuver yang membahayakan dengan terbang rendah. Padahal, diketahui di area yang sama sedang terjadi perkumpulan massa mahasiswa.

"Untung baik saja kalau helikopter tidak jatuh, coba bayangkan kalau jatuh di situ pak Kapolri," kata Supriansa.

Satu pilot dan empat kru helikopter telah diperiksa Bidang Propam Polda Sulawesi Tenggara terkait kasus helikopter terbang terlalu rendah di tengah aksi demonstrasi mahasiswa Universitas UHO saat memperingati setahun kematian Immawan Randi dan La Ode Yusuf yang diduga tewas ditembak.

"Pilot sekarang sedang (diperiksa) Propam," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan, Selasa (29/9/2020).

Awi menjelaskan anggota polisi Polda Sulawesi Tenggara itu diperiksa lantaran menerbangkan helikopter terlalu rendah hingga membuat panik mahasiswa yang tengah menggelar aksi demonstrasi.

Aksi terbang rendah itu pun sempat viral setelah rekaman videonya diunggah ke media sosial.

Di sisi lain, Awi menyebutkan bahwa anggota polisi tersebut juga melakukan hal itu tanpa perintah dari Kapolda Sulawesi Tenggara Irjen Yan Sultra Indrajaya.

"Tidak ada perintah dari Kapolda kemudian yang bersangkutan insiatif sendiri," katanya.

Demo

Sejumlah mahasiswa UHO sebelumnya menggelar aksi demonstrasi memperingati satu tahun kematian Randi dan Yusuf di Polda Sulawesi Tenggara, pada Sabtu (26/9).

Setahun yang lalu, Randi tewas diduga tertembak oleh oknum anggota polisi saat aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang KPK berujung bentrokan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis, 26 September 2019 lalu.

Sementara Yusuf sempat kritis dan akhirnya meninggal, Jumat (27/9/2019) subuh.

Atas kejadian tersebut, Brigadir Abdul Malik resmi menyandang status tersangka seusai kedapatan membawa senjata api jenis HS saat bertugas. Sementara, hasil uji balistik selongsong peluru yang ditemukan sangat identik dengan senjata yang dibawa oleh Brigadir AM.

Perkara tersebut pun telah masuk persidangan, Abdul Malik didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, subsidair Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, atau Pasal 360 ayat 2 KUHP.

Dalam Pasal 338 KUHP, dia terancam hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun. (R02)

Sumber: Suara.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index