Mendikbudristek Nadiem Makarim Hilangkan Tes Calistung untuk Anak Masuk SD

Mendikbudristek Nadiem Makarim Hilangkan Tes Calistung untuk Anak Masuk SD
Mendikbudristek Nadiem Makarim

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan Program Merdeka Belajar Episode ke-24 mengenai Transisi PAUD ke SD Yang Menyenangkan berawal dari kekesalannya soal kesalahpahaman yang telah mengakar di masyarakat bahwa calistung adalah satu-satunya kemampuan terpenting bagi anak usia dini.

Sebab gara-gara kesalahpahaman itu, katanya, ribuan anak Indonesia kehilangan hak untuk memperoleh pendidikan.

Selain itu anak-anak yang memasuki usia periode emas "jadi tidak percaya diri dan merasa bodoh hanya karena tak bisa calistung".

Itu mengapa menurut dia, kesalahan besar tersebut sudah tidak bisa ditolerir lagi.

"Kehilangan kepercayaan diri itu fatal. Jadi saya minta semua pihak untuk segera menghilangkan eror besar ini," kata Nadiem saat peluncuran Program Merdeka Belajar Episode ke-24 mengenai Transisi PAUD ke SD Yang Menyenangkan di Jakarta, Selasa (28/03) seperti dikutip dari tribun pekanbaru.

Nadiem berkata, dengan adanya program ini maka satuan pendidikan atau sekolah dilarang keras menerapkan tes calistung untuk penerimaan siswa baru.

Tidak ada pula standar kelulusan bagi peserta didik PAUD.

Anak-anak yang dinilai belum atau tidak lancar membaca, menulis, dan berhitung harus tetap diterima di SD/Madrasah Ibtidaiah atau sekolah sederajat.

Di sekolah dasar kelas 1 dan 2 itulah, sambung Nadiem, para guru punya kewajiban untuk melanjutkan pendidikan PAUD yang berbasis pada pendidikan budi pekerti hingga kemampuan kognitif.

"Jadi standar kelulusan bukan umur. Waktunya diperpanjang sampai SD kelas 2 sehingga transisi dari PAUD ke SD mulus," ujarnya.

'Sekolah yang tidak menjalankan dikenakan sanksi agar tertib'

Sementara itu Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, khawatir kebijakan ini hanya jadi macan kertas alias tidak berdampak.

Pasalnya aturan soal larangan tes calistung sebetulnya sudah ada sejak tahun 2010 dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Pasal 69 ayat lima berbunyi: penerimaan peserta didik kelas 1 SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau bentuk tes lain.

Akan tetapi kenyataannya, peraturan itupun diabaikan sekolah karena tidak ada sanksi tegas bagi yang melanggar.

"Jadi Kemendikbudristek jangan cuci tangan, dinas pendidikan juga. Kalau ada masalah cuma jawab, 'kan sudah ada aturannya'".

"Aturan itu tidak cuma dibikin tapi berdampak tidak?"

Menurut Ubaid, sekolah-sekolah baik negeri atau swasta yang sudah tahu kebijakan tersebut dan telah mendapat pendampingan namun masih melanggar patut dijatuhi sanksi.

"Harus dipastikan aturan diimplementasikan di lapangan seperti apa? Yang tidak menjalankan dikenakan sanksi. Jadi sekolah akan tertib."

Nadiem juga berkata ketika peserta didik baru masuk SD di tahun ajaran baru 2023, mereka harus diperkenalkan masa orientasi selama dua minggu.

Tujuannya untuk mengenal lingkungan sekolah, guru, dan teman-temannya.

"Kalau yang terjadi selama ini anak masuk sekolah langsung buka buku."

Adapun proses belajar yang diterapkan kepada mereka terdiri dari enam hal.

Mulai dari mengetahui ajaran pokok agama, keterampilan sosial dan berbahasa, kematangan emosi, mengembangkan kemampuan motorik.

Dengan begitu capaian kurikulumnya bukan lagi bertumpu pada hapalan namun siswa punya kemampuan bernalar dan pada ujungnya meningkatkan literasi anak-anak - yang selama ini ketinggalan dari negara lain.(R02)

 

Sumber Berita: tribunpekanbaru

 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index