Hubungan Pemprov - DPRD Riau Memanas

Akankah Gaduh Utang Eskalasi Bakal Berujung Hak Angket?

Akankah Gaduh Utang Eskalasi Bakal Berujung Hak Angket?
Ilustrasi

PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Polemik adanya pembayaran utang eskalasi yang dibayarkan Pemprov Riau tanpa sepengetahuan DPRD Riau hingga kini belum reda, bahkan sebagian anggota DPRD Riau mulai menggalang dukungan untuk menggulirkan hak angket.

 
Namun apakah nanti wacana ini akan betul-betul digulirkan maish tanda tanya, namun menurut informasi hal itu memang akan mengarah ke hak angket. Menarik untuk ditunggu!
 
"Wacana hak angket memang sudah ada, tengah bergulir. Kita ingin tahu, apa dan siapa sebenarnya di belakang semua ini, kita ingin tahu," kata Abdul Wahid, Ketua Fraksi PKB DPRD Riau yang juga salah seorang pengusul hak angket.
 
Wahid beralasan, digulirkan hak angket ini untuk menyelidiki kebijakan atau persoalan yang timbul akibat kebijakan pemerintah. Hak angket ini tidak tertutup kemungkinan akan berujung kepada pidana.
 
"Bedanya dengan hak interpelasi, hak angket itu menyelidiki sedangkan hak interpelasi, bertanya ke pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terhadap kebijakan daerah," ungkapnya seperti dimuat Riauterkini.com.
 
Namun, pemdapat berbeda disampaikan Noviwaldy Jusman, Wakil Ketua DPRD Riau, menurutnya penggunaan hak angket ini terlebih dahulu mesti melalui rapat BanMus yang kemudian akan dibawa ke rapat paripurna untuk diambil kesepakatan pembentukan Panitia Khusus atau Pansusnya.
 
"Kalau masalah belum yakin dan hanya kebijakannya saja yang merugikan dan tidak ada melanggar peraturan, maka bisa dilakukan hak intepelasi terlebih dahulu. Jika dalam pembahasan ditemukan pelanggaran, maka bisa ditingkatkan menjadi hak angket," tutupnya. 
 
Tidak hanya mewacanakan hak angket, dewan juga sudah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan terkait persoalan pembayaran dana hutang eskalasi yang sama sekali tidak dianggarkan anggota dewan dalam APBD Perubahan 2015.
 
"Kita minta KPK turun tanganlah ke Riau ni, jangan menunggu laporan masuk, mesti jemput bola. Ini kan jelas persoalannya, sesuatu yang tidak dianggarkan dewan, tapi dicairkam juga," kata Muhammad Adil, anggota DPRD Riau dari Partai Hanura.
 
Ia pun menyebut, telah terjadi pelanggaran hukum karena tidak ada dasar hukum yang jelas untuk membayar hutang eskalasi yang dimaksud.
 
"KPK datanglah ke Riau ni, usut semua persoalan hutang eskalasi, periksa semua, itu baru mantap KPK namanya. Ini kan persoalan uang masyarakat Riau yang digunaka mereka untuk membayar hutang eskalasi," ungkapnya.
 
Ia pun mempertanyakan sikap Kemendagri yang memberikan rekomendasi persetujuan untuk membayar hutang eskalasi. Sebelumnya, Plt gubernur Riau disebut mengirimkan surat permintaan pembayaran hutang eskalasi ke Kemendagri.
 
"Kemendagri mesti ikut bertangung jawab terkait persoalan ini. Kenapa dikeluarkan persetujuan pembayaran, padahal hutang eskalasi itu masih menimbulkan persoalan di daerah," ungkap anggota Komisi E DPRD Riau ini.
 
Plt Gubri Membantah
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman sebut tidak ada oknum yang bermain terkait pembayaran hutang eskalasi yang dipandang sebagian anggota DPRD Riau berpotensi melanggar hukum karena dianggap tak prosedural. 
 
Plt Gubri sebut, pembahasan pembayaran eskalasi yang sudah dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau. 
 
"Kan ada TAPD (Pemprov), ada Banggar (DPRD Riau)," kata Plt Gubri yang biasa disapa dengan Andi Rachman, Selasa lalu.
 
Mantan anggota DPR RI ini memastikan pembahasan eskalasi tersebut sudah melalui kedua belah pihak, serta sudah disetujui bersama antara TAPD dan Banggar. Karena itu, jika masih ada diantara anggota dewan lainnya yang masih mempermasalahkan soal eskalasi tersebut, Plt Gubri ngaku tak memahaminya. 
 
"Segala sesuatunya itukan melalui rapat, mana ada oknum," ujar Andi. 
 
Sebelumnya, oknum Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau dicurigai memberikan rekomendasi kepada pihak Pemprov Riau. Sehingga sejumlah eskalasi pembangunan APBD Perubahan 2015 yang sebelumnya disepakati tidak dibayarkan, akhirnya tetap dibayarkan oleh pihak Pemprov Riau. 
 
“Saya yakin pasti ada rekomendasi Banggar, atau oknum di Banggar. Kalau tidak, pasti Pemprov Riau tidak akan berani membayarkan. Sekarang kawan-kawan di DPRD pada ribut,” kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Riau, Hardiyanto. 
 
Selain itu, Wakil Ketua DPRD Riau, yang juga menjabat di Banggar mengatakan, pihaknya juga tidak tahu proses masuknya pembayaran eskalasi kedalam nomenklatur APBD, hingga Pemprov Riau melakukan pembayaran. 
 
“Kalau ada oknum yang memainkan, maka ia harus mempertanggung jawabkannya. Karena kita semua sudah sepakat belum akan membayarkan,” tuturnya.
 
Plt Setdaprov Riau Bingung
Sementara itu Plt Setdaprov Riau M Yafiz mengaku bingung dengan kegaduhan mengenai anggaran pembayaran hutan eskalasi Rp220 miliar di APBDP 2015. Ia menjadi pihak yang dianggap berbohong setelah Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman memutar rekaman rapat sebelum meneken rekomendasi APBDP 2015.
 
“Kita lihat saja tanggal rekamannya. Dugaan saya itu rapat saat APBDP baru disahkan dan sebelum dikirim ke Kemendagri untuk dievaluasi,” tutur Yafiz saat berbincang dengan riauterkinicom di Pekanbaru, Kamis lalu.
 
Namun Yafiz tak ingin memperdebatkan isi rekaman video tersebut. Ia hanya ingin menjelaskan riwayat masuknya anggaran pembayaran hutang eskalasi Rp220 miliar di APBDP 2015. Menurutnya, tidak ada yang keliru. Semua sudah sesuai prosedur. 
 
“Tak ada yang tidak kontitusional. Semua berjalan sesuai prosedur dan ada landasan hukumnya,” tegas Yafiz. 
 
Maka Yafiz pun mengungkapkan bahwa pada 7 Agustus 2015 Pemprov Riau berkirim surat ke Kemendagri. Tujuannya konsultasi sekaligus minta saran mengenai adanya putusan sidang Badan Arbritase Nasional Indonesia (BANI) yang memerintahkan pembayaran hutang eskalasi Rp220 miliar. Dalam surat itu juga disampaikan bahwa sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) APBD 2015 tergolong sangat tinggi. 
 
Kemendagri kemudian baru membalas surat tersebut pada November 2015. Jawabannya berupa perintah agar anggaran hutang eskalasi dimasukan pada APBDP 2015. Masalahnya, surat Kemendagri itu datang setelah APBDP 2015 sudah disahkan DPRD Riau. 
 
“Saat pengesahan dan dikirim ke Kemendagri, anggaran eskalasi memang belum masuk ke APBDP 2015. Karena memang disepakati Pemprov dan DPRD untuk tak dianggarkan,” tuturnya. 
 
Selanjutnya APBDP Riau 2015 dievaluasi Kemendagri. Dalam tahapan ini ada forum harmonisasi. Di mana tim Kemendagri memanggil Pemprov Riau dan DPRD Riau untuk menyesuaikan sejumlah nomenklator yang dianggap kurang tepat dan lainnya. Termasuklah dibahas masalah anggaran pembayaran hutang eskalasi Rp220 miliar. 
 
“Saat rapat forum harmonisasi DPRD juga datang. Diwakili Pak Dedet (panggilan akrab Waka DPRD Riau Noviwaldy Jusman.red). Ada dia waktu tim evaluasi Kemendagri memerintahkan agar anggaran pembayaran hutang eskalasi dimasukan ke APBDP 2015,” paparnya lebih lanjut. 
 
Masuknya anggaran pembayaran hutang eskalasi tak sekedar diputuskan dalam forum harmonisasi, tetapi juga dikuatkan dengan surat dari Mendagri kepada Pemprov Riau dan DPRD Riau. 
 
“Surat Mendagri itu sudah diterima DPRD Riau. Masak, mereka tidak tahu,” tukas Yafiz. 
 
Ketika ditanya mengenai asal dana yang digunakan untuk anggaran pembayaran hutang eskalasi Rp220 miliar, Yafis menyebut SILPA. 
 
“Kan, dalam surat kita ke Kemendagri 7 Agustus juga disebutkan kalau angka SILPA sangat tinggi, maka anggaran eskalasi diambil dari SILPA. Maka, pada APBDP 2015 nilainya tetap Rp11,38 triliun, hanya jumlah SILPA menyusut. Dikurangi untuk pembayaran hutang eskalasi,” demikian penjelasan Yafis.
 
Dewan Juga Membantah Tak Bermain
Pimpinan DPRD Riau tidak yakin jika ada oknum anggota Badan Anggaran (Banggar) yang bermain guna memuluskan langkah pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau membayar utang eskalasi pada APBD Perubahan 2015. 
 
Dari informasi yang sampai ke pimpinan, utang eskalasi yang dibayarkan tersebut sebesar Rp460 miliar sesuai dengan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan mengenyampingkan hasil audit BPKP Riau sebesar Rp200 miliar. 
 
"Saya tidak yakin jika ada oknum dewan yang bermain. Semua pembahasan APBD Perubahan 2015 sudah terekam, kami tidak pernah menyepakati pembayaran hutang eskalasi ini," kata Noviwaldy Jusman, Wakil Ketua DPRD Riau kepada riauterkinicom usai memperlihatkan video rekaman rapat pembahasan hasil verifikasi APBD Perubahan 2015 antara Banggar dengan TAPD, Rabu lalu.
 
Dalam video tersebut terlihat, ia sempat mempertanyakan kepada Plt Sekdaprov Riau tentang kepastian ada tidaknya utang eskalasi masuk dalam APBD Perubahan 2015. Pertanyaan ini disampaikannya sebelum memberikan tanda tangan persetujuan terhadap hasil verifikasi APBD Perubahan 2015. 
 
"Saya tanya ke Plt Sekdaprov, ada atau tidak utang eskalasi masuk dalam APBD Perubahan, Plt sekdaprov menjawab tidak ada. Setelah itu barulah saya tanda tangan persetujuan hasil verifikasi itu," ungkapnya. 
 
Mantan anggota DPRD Kota Pekanbaru ini pun mengatakan, jika ada pihak yang menuduh anggota Banggar bermain dalam persoalan ini, maka dirinya mempersilahkan untuk dibuktikan kebenarannya. 
 
"Jadi kerusakannya bukan pada televisi kami, dua kali anggaran di dewan ni, saya pastikan tidak ada transaksional. Silahkan buktikan kalau ada yang ngomong jika ada oknum dewan yang bermain," jelasnya. 
 
Di samping itu, ia menegaskan, DPRD Riau pada prinsipnya bukan tidak mau menganggarkan anggaran untuk hutang eskalasi ini. Tapi, anggota dewan meminta keputusan Kejaksaan sebagai dasar hukum untuk melunasi hutang eskalasi ini. (R02/RTC)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index