Pengamat Informatika: Tak Masuk Akal, Sudah 2 Minggu Pemilu, Hitungan Suara di sirekap Belum 100 Persen!

Pengamat Informatika: Tak Masuk Akal, Sudah 2 Minggu Pemilu, Hitungan Suara di sirekap Belum 100 Persen!
Ahli informatika Deddy Syafwan.

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Realisasi hasil penghitungan suara pemilihan presiden-wakil presiden berdasarkan data di aplikasi sirekap KPU RI hingga minggu kedua masih berlangsung dikisaran 77,90 persen.

Angka realisasi yang menghimpun data  hasil hitung suara berbasis data C1 plano tersebut dinilai sangat lambat dan berpotensi bermasalah.

Hal tersebut diungkapkan ahli informatika ITB, Deddy Syafwan, Jumat (1/3/2024).

''Pemungutan suara sudah tuntas semenjak 14 Februari lalu, tapi sampai hari ini progres hitung suara di aplikasi sirekap baru bersumber dari 77,90 persen TPS yang ada?'' tanya Deddy.

Deddy menjelaskan, situasi ini sangat tidak masuk akal ,  riskan dan berpotensi untuk menimbulkan kekacauan data dikarenakan, sumber data utama untuk sirekap sendiri berasal dari jenjang terbawah, yakni TPS.

''Kalau sampai hari ini dari TPS belum masuk, apa tidak berbahaya. Sementara proses hitung manual terus terjadi. Sangat terbuka peluang terjadinya jual beli suara, karena, sampai hari ini, sirekap tidak memberikan kontribusi sebagai acuan data asli yang harusnya sudah ter-input dan menjadi bukti otentik perolehan suara di TPS yang harusnya sudah masuk semenjak hari H hingga H+3 ke aplikasi milik KPU,'' kata deddy.

Deddy menjelaskan, total 20 persen data TPS yang belum masuk tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. 

''Bagaimana kalau saat ini kondisinya hilang, atau datanya tidak valid, tentu ini akan menimbulkan kekacauan baru. Apalagi mengingat sebelumnya, KPU sudah mengumumkan ada 160 ribu TPS atau berkisar 48 juta suara juga salah input,'' tegasnya.

Deddy juga menjelaskan, sistim pemilu yang benar, datanya hanyalah data yang masuk di hari H hingga H+3. Karena saat itu lah pemilu bisa dianggap fair dan murni. Kalau sudah berminggu-minggu, dia juga sulit membayangkan kinerja dari sirekap KPU ini.

Dia juga menjelaskan, realitanya juga jelas, akibat C1 hasil yang sampai sekarang tidak muncul di sirekap, peluang terjadi jual beli suara di perhitungan manual berjenjang juga bisa saja terjadi.

Kondisi ini akan semakin diperparah dengan fakta bahwa saat ini, banyak saksi yang hanya memegang form C1 hasil kopian, sementara form C1 asli hanya ada pada KPU.

''Bisa saja kan, nanti orang bilang form C1 kopian itu adalah form palsu, padahal faktanya itu adalah bukti asli hasil penghitungan  di TPS-TPS yang ada,'' kata dia.

Karena itulah, sebut Deddy, langkah pasti, tegas dan transparan yang harus dilakukan KPU adalah dengan memerintahkan seluruh petugas TPS yang belum masuk datanya untuk mengirimkannya segera dalam bentuk foto hasil ke sirekap, di luar TPS yang masih harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU).

''Ya segera, dalam 24 jam atau 2x24 jam, data itu harus sudah masuk ke KPU, sehingga dengan begitu juga, progres sirekap bisa 100 persen,'' kata dia.

Data itulah yang kemudian menjadi salah satu kontrol untuk pelaksanaan penghitungan suara manual yang saat ini sudah sampai di tingkat kabupaten dan kota.

''Kan tidak mungkin, data sirekap baru bisa 100 persen begitu penghitungan manual terjadi di tingkat pusat?'' kata dia.

Deddy sendiri menjelaskan tidak ingin membahas tentang data yang anomali, mengingat saat ini, satu-satunya pilihan yang dimiliki KPU hanyalah melengkapi sirekap hingga 100 persen.

''KPU harus menjelaskan, sekarang ini, dimana posisi Form C1 yang harusnya sudah bisa dipantau oleh  publik melalui sirekap. Walaupun oleh KPU itu bukan dianggap sebagai data resmi,'' kata dia.

Sebagai aplikasi pendukung, sirekap tetap diharapkan bisa menjadi wadah bagi publik untuk mengontrol proses penghitungan suara di tingkat TPS yang sampai hari ini belum muncul,''  ungkap dia.(R02)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index