Antara Riau, Aceh, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Timur

Antara Riau, Aceh, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Timur
Tugu Zapin menjadi ikon Provinsi Riau. Foto: pinterest.com/ayuputri606

PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Siapa yang tak kenal Provinsi Riau, Aceh, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Timur. Kelima provinsi kaya ini ibarat “kantong oksigen” bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dari lima provinsi inilah banyak mengalir pundi-pundi devisa, sehingga NKRI dapat bernafas dan berdiri tegak menancapkan kuku-kuku kekuasaannya.

Riau, misalnya, adalah provinsi yang sejak sebelum Indonesia merdeka telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi perjuangan kemerdekaan. Terutama melalui raja-raja kerajaan Melayu yang ketika itu berkuasa.

Pun setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, Kerajaan Siak dengan rajanya Sultan Syarif Kasim II yang saat itu menguasai Riau tercatat sebagai salah satu raja yang langsung menyerahkan tahta kerajaannya kepada NKRI (melalui Bung Karno) dan menyumbangkan harta kerajaan sebesar 13 juta gulden atau saat ini sekitar Rp1.000 triliun kepada negara. 

Sumbangan Raja Siak inilah menurut sejarawan Indonesia yang menjadi sumber utama APBN pertama NKRI. Pun pada tahun-tahun berikutnya, bahkan hingga hari ini, Riau melalui hasil sumber daya alamnya, mulai dari minyak, gas, batubara, emas, hasil hutan, sawit, karet, kopra, sagu, hasil laut dan lainnya terus menjadi penopang bagi NKRI.

Hingga hari ini, sekitar 42 persen produksi minyak nasional masih bersumber dari ladang-ladang minyak di Riau. Kebun sawit tidak kurang dari 3 juta hektar. Terluas di Indonesia. Dua pabrik bubur kertas, PT RAPP dan PT IKPP terbesar di Asia Tenggara dengan luas HTI yang luar biasa, ada di Provinsi Riau.

Tentu tidak sedikit penerimaan negara dari hasil-hasil SDA tersebut. Termasuk pajak yang sangat besar diterima negara baik dari hasil sawit (CPO) maupun dari dua pabrik bubur kertas di atas.

Aceh yang kini bernama Naggroe Aceh Darussalam (NAD) juga tidak sedikit kontribusinya bagi NKRI. Pejuang-pejuang dari tanah Aceh seperti Cut Nyak Dhien, Keumala Hayati, Sultan Iskandar Muda, Teuku Umar dan Teungku Chik di Tiro seolah menjadi perlambang bahwa Aceh sejak dulu sangat cinta NKRI. Sejarah juga mencatat bahwa pesawat pertama yang dimiliki NKRI adalah hasil sumbangan rakyat Aceh.

Minyak, gas dan kekayaan SDA lainnya di Aceh juga telah menjadi andalan bagi NKRI sejak lama. Bahkan Aceh juga terkenal dengan rempah-rempahnya yang membuat Portugis datang ke Aceh untuk menjadi penjajah.

Aceh makin menawan dengan alamnya yang indah. Laut-lautnya yang teduh telah menarik minat wisatawan lokal dan mancanegara untuk berkunjung ke Negeri Serambi Mekkah.

Setali tiga uang, Papua, Papua Barat dan Kaltim adalah provinsi-provinsi yang memiliki kekayaan SDA luar biasa. Tambang emas terbesar yang kini dikuasai PT Freeport ada di Papua. Papua dan Papua Barat bahkan juga memiliki alam dan budaya yang menarik datangnya wisatawan ke sana. Objek wisata Raja Ampat di Papua bahkan telah menjadi incaran warga dunia. 

Kaltim juga tak bisa dipandang sebelah mata. Ladang-ladang minyak di Kaltim telah memberikan kontribusi besar bagi NKRI, terutama di Kutai Kartanegara.

Sayangnya, terhadap lima provinsi dengan kekayaan SDA yang luar biasa ini, Pemerintah RI tidak memberikan perlakuan yang sama. Aceh, Papua dan Papua Barat diberikan status otonomi khusus (otsus), sehingga ketiga provinsi itu berhak atas sebagian besar hasil SDA-nya. Bahkan seperti DBH migas, misalnya, tiga provinsi itu berhak mendapat bagian sebesar 70 persen.

Dengan status otsus itu, ratusan triliun dana mengalir ke Aceh, Papua dan Papua Barat. Bagaimana dengan Riau dan Kaltim? Dua provinsi ini bagai ayam yang mati di lumbung padi. Keduanya tidak atau (mungkin) belum mendapat status otsus sebagaimana Aceh, Papua dan Papua Barat.

Sangat mungkin karena baik Riau maupun Kaltim, masyarakatnya belum ada yang berani angkat senjata seperti GAM di Aceh atau OPM di Papua, sehingga bargaining-nya dinilai lemah.  

Tapi baru-baru ini, Kaltim mendapat kabar gembira. Tepatnya pada Senin, 26 Agustus 2019, Presiden Jokowi mengumumkan satu pengumuman yang sangat penting, yakni tentang pemindahan Ibukota Negara dari DKI Jakarta. Pak Jokowi mengumumkan Kaltim, tepatnya Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara akan menjadi Ibukota RI. 

Andai nanti Kaltim sudah jadi Ibukota Negara, maka tentu pembangunannya akan melesat menjadi Kota Metropolitan. Ya, namanya juga Ibukota.

Lalu bagaimana dengan Riau? Tidak ada cara lain, kalau Riau tidak ingin selamanya hanya jadi “sapi perahan,” maka jalan satu-satunya seluruh masyarakat Riau harus bersatu-padu. Para tokoh dari berbagai lintas dan sektor harus bersama-sama memperjuangkan agar sebagian besar hasil SDA Riau kembali lagi ke Riau, agar Riau dapat memacu roda pembangunan.

Para wakil rakyat asal Riau yang duduk di Senayan harus bersebati dan bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Riau untuk membawa sebanyak-banyaknya APBN ke Negeri Lancang Kuning. Jika tidak, maka Riau akan gini-gini aja. Semoga Riau lebih baik. (MC Riau)

 

Penulis: Erisman Yahya,  Kabid Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfotik Provinsi Riau & Sekretaris Komisi Informasi Riau

 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index